Vebry Tri Haryadi SH. (Ilustrasi) |
MINUT – Praktisi Hukum Vebry Tri Haryadi menegaskan, calon kepala daerah dapat di diskualifikasi oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) apabila salah satu persyaratan tak terpenuhi. Syarat dimaksud, yakni legalisir ijazah dari sekolah yang mengeluarkan ijazahnya. Hal itu untuk membuktikan asli tidaknya ijazah calon kepala daerah, tentu harus mendapat legalisir dari sekolah tempat dia bersekolah dulu.
“Dan KPU harus memverifikasi faktual ijazah calon kepala daerah tempat dia sekolah yang menerbitkan ijazah, kemudian mencocokkan nomor induk siswa, data kelulusan dari buku register sekolah, hingga mengecek data bersangkutan di pangkalan data siswa di dinas pendidikan di wilayah sekolah beroperasi,” ungkap Vebry kepada redaksi mejahijau.com, Sabtu, 05 September 2020.
Terkait dugaan kasus ijazah palsu Shintia Gelly Rumumpe yang telah menyedot perhatian publik, menurut Vebry Tri Haryadi, pihak KPU sebagai penyelenggara Pilkada mutlak harus melakukan verifikasi di sekolahnya. “Tidak dibenarkan verifikasi faktual atau legalisir dari dinas pendidikan. Tetapi harus legalisir dari sekolah atau universitas yang menerbitkan ijazah bersangkutan,” katanya.
Menurut dia, jika KPU meloloskan ijazah calon kepala daerah tanpa verifikasi faktual dari sekolah bersangkutan, maka KPU bertanggungjawab secara hukum soal penggunaan dokumen palsu atau keterangan palsu.
Penyelenggara Pilkada, kata dia, bukan hanya KPU saja tetapi juga Banwas diberi kewenangan untuk ikut mengawasi verifikasi faktual ijazah setiap calon.
Bahkan masyarakat baik secara individu maupun LSM dan Ormas, kata dia, dapat melapor kepada kepolisian jika ditemukan indikasi tindak pidana penggunaan dokumen palsu atau keterangan palsu lainnya.
Ditegaskan Vebry, salah satu syarat calon kepala daerah adalah legalisir ijazah dari pihak sekolah. Apabila tidak ada legalisir, maka ijazah yang digunakan patut diduga palsu.
“Jadi dokumen setiap calon kepala daerah, harus dapat klarifikasi atau legalisir ijazah dari sekolah yang menerbitkan ijazahnya. Dan kalau adanya indikasi pemalsuan ijazah palsu, maka sepatutnya bersangkutan diproses hukum,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan soal Shintia Gelly Rumumpe diduga bakal memakai ijazah tanpa legalisir dari pihak SMA Pelita Tiga Nomor 3 beralamat Jalan Rawajaya I, RT 012/06 Pisangan Timur, Pulogadung, Jakarta Timur. Kepala Sekolah Ahmad Aru Patria SIP MM melalui pesan singkat selularnya kepada Noldy Johan Awuy menegaskan telah menolak legalisir Shintia Gelly Rumumpe.
“Kami tidak mau (melegalisir) pak. Alhamdulilah, telah kami tolak,” bunyi pesan singkat Kepsek Patria seperti ditirukan Awuy kepada redaksi mejahijau.com.
Dan kalau benar, menurut Vebry, maka KPUD Kabupaten Minut memiliki kewenangan mendiskualifikasi pencalonan Shintia Gelly Rumumpe dari pencalonannya.
“Alasannya kalau tidak memasukan legalisir ijazah dari pihak sekolah dimaksudkan, maka KPU dapat segera menganulir pencalonan Shintia Gelly Rumumpe. Artinya dikategorikan tidak memenuhi syarat calon kepala daerah berdasar PKPU Nomor 1 tahun 2020, pasal I poin c,” jelas mantan wartawan ini.
Tak hanya itu, bersangkutan (Shintia Gelly Rumumpe) juga dapat diproses hukum karena kuat dugaan telah menggunakan ijazah palsu.
Sementara Noldy Johan Awuy, tak dilegalisirnya ijazah Shintia Gelly Rumumpe diduga karena manajemen SMA Pelita Tiga Nomor 3 meragukan keaslian ijazah dimaksud.
“Mungkin meragukan, sehingga pihak sekolah tidak berani ambil resiko melegalisir ijazahnya,” kata Awuy.
Soal dugaan ijazah palsu Shintia Gelly Rumumpe, pengacara Stevie Da Costa SH enggan menjelaskan lebih konfirmasi wartawan media ini.
“Nanti dihubungi lagi. Saya lagi di Makassar ini,” kata Da Costa melalui telpon selular nomor 081355171XXX, Jumat, 04 September 2020.
Post a Comment